BAB
I
1.1 Latar
Belakang
Filsafat dan ilmu
adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis
karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Ilmu tumbuh dari filsafat dan
filsafat mempunyai akar-akar dalam suatu tradisi yang mencakup
permulaan-permulaan dari ilmu.
Ilmu-ilmu manusia,
mempelajari manusia sebagai subyek dan isi alam semesta lainnya dalam kaitan
dengan manusia sebagai subyek. Yang dimaksud dengan “manusia sebagai subyek”
adalah manusia sebagai makhluk berhati nurani yang memiliki nilai, berkemauan,
berperasaan, dan berakal budi, yang karena itu mampu menentukan sikap dan
memberikan reaksi sendiri terhadap segala sesuatu, baik terhadap benda-benda
dan makhluk-makhluk lain (termasuk sesama manusia) maupun peristiwa dan aksi
terhadap dirinya. Manusia dapat menentukan perilakunya lewat pertimbangan,
perundingan, perhitungan, melihat ke depan (perencanaan). Manusia mampu
memperhitungkan perilakunya sendiri dan perilaku orang lain.
Berhubungan dengan hal
diatas, yaitu menentukan kemauan, sikap, perilaku, dan sebagainya, maka perlu
adanya pembelajaran atau pembentukan bagi manusia sejak usia dini. Agar bisa
menghasilkan manusia yang berkepribadian seperti yang diharapkan. Karena pada
usia dini tersebut bentuk pendidikan dan perlakuan yang diberikan sangat mempengaruhi
karakter setelah dewasa.
Pendidikan anak usia
dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik
(koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta,
kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku
serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap
perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Dalam hal ini, perlu
adanya pemahaman tentang hubungan pendidikan anak usia dini dengan
bagian-bagian filsafat, yang berupa ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apakah pengertian filsafat ilmu?
2.
Apakah pengertian PAUD itu?
3.
Apakah pengertian ontologi,
epestimologi, dan aksiologi?
4.
Apa hubungan antara ontologi, epistemologi,
dan aksiologi terhadap kajian PAUD?
1.3 Tujuan
1.
Mengetahui pengertian dari filsafat ilmu
2.
Mengetahui pengertian PAUD
3.
Mengetahui pengertian ontologi,
epistemologi, dan aksiologi
4.
Mengetahui hubungan antara ontologi,
epistemologi, dan aksiologi terhadap kajian PAUD
BAB
II
2.1 Pengertian Filsafat
Ilmu
1. Pengertian filsafat
Filsafat
dalam bahasa Inggris, yaitu: philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari
bahasa Yunani: Philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau
philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (‘hikmah’, kebijaksaan,
penetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi, secara
etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksaan atau kebenaran (love of wisdom).
Orangnya disebut filosof yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Immanuel
Kant (dalam Amsal Bachtiar, 2009:8) mengatakan bahwa filsafat itu ilmu dasar
segala pengetahuan, yang mencakup didalamnya empat persoalan, yaitu:
1. Apakah
yang kita ketahui? (Dijawab oleh metafisika)
2. Apakah
yang boleh kita kerjakan? (Dijawab oleh etika/norma)
3. Sampai
dimanakah pengharapan kita? (Dijawab oleh agama)
4. Apakah
yang dinamakan manusia? (dijawab oleh antropologi)
Filsafat
sebagai proses berpikir yang sistematis dan radikal memiliki dua objek, yakni objek
material dan objek formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada.
Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Ada yang
tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam
metafisika. Sebagian filosof membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu
yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran dan yang ada dalam
kemungkinan. Adapun objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh,
radikal, dan rasional tentang segala yang ada.
2. Pengertian Ilmu
Ilmu
berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, yang berarti: mengerti,
memahami, benar-benar. Dalam bahasa Inggris disebut science; dari bahasa Latin
scientia (pengetahuan)-scire(mengetahui). Jadi pengertian ilmu yang terdapat
dalam kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang
disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan
untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu.
Pada
dasarnya, setiap ilmu memiliki dua macam objek, yaitu objek material dan objek
formal. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan,
seperti tubuh manusia adalah objek material ilmu kedokteran. Adapun objek
formalnya adalah meode untuk memahami objek materil tersebut.
Adapun perbedaan antara ilmu dan pengetahuan, ilmu adalah
bagian dari pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem dan terukur serta dapat
dibuktikan kebenarannya secara empiris. Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan
yang belum tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik. Ilmu bagaikan sapu
lidi, yakni lidi yang sudah diraut dan dipotong ujung dan pangkalnya kemudian
diikat sehinggan menjadi sapu lidi. Sedangkan pengetahuan adalah lidi-lidi yang
masih berserakan yang belum tersusun dengan baik.
Setelah dipahami pengertian filsafat, ilmu, dan
pengetahun, maka dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu merupakan kajian secara
mendalam tentang dasar-dasar ilmu, sehingga filsafat ilmu pelu menjawab
beberapa persoalan berikut:
1.
Pertanyaan landasan ontologis
Objek
apa yang ditelaah? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana
korelasi antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir,
meras, dan mengindera) yang menghasilkan ilmu? Dari landasan ontologis ini
adalah dasar untuk mengklasifikasi pengetahuan dan sekaligus bidang-bidang
ilmu.
2.
Pertanyaan landasan epistemologis
Bagaimana
proses pengetahuan yang masih berserakan dan tidak teratur itu menajdi ilmu?
Bagaimana prosedur dan mekanismenya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar
kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu
sendiri? Apakah kriterianya? Cara/ teknik/ sarana apa yang membantu kita dalam
mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?
3.
Pertanyaan landasan aksiologis
Untuk
apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara
penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek dan
metode yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaiman korelasi
antara teknik procedural yang meupakan operasionalisasi metode ilmiah engan
norma-norma moral?
2.2 Pengertian PAUD
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang
pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya
pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan
anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik
(koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta,
kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku
serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap
perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Usia
0-6 tahun, merupakan masa peka bagi anak. Para ahli menyebut sebagai masa
golden age, dimana perkembangan kecerdasan pada masa ini mengalami peningkatan
sampai 80%. Pada masa ini terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang
siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa
untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif,
bahasa, seni, social emosional, disiplin diri, nilai-nilai agama, konsep diri
dan kemandirian.
Direktorat PAUD Depdiknas menyatakan bahwa PAUD adalah
suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak usia lahir hingga enam tahun secara
menyeluruh, yang mencakup aspek fisik dan nonfisik, dengan memberikan
rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral dan spiritual), motorik,
akal-fikir, emosional, dan sosial yang tepat dan benar agar anak dapat tumbuh
dan berkembang secara optimal.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia
dini yaitu :
Tujuan utama : untuk
membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan
berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan
yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di
masa dewasa.
Tujuan penyerta : untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar di sekolah.
Tujuan penyerta : untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar di sekolah.
Anak usia dini merupakan aset sangat vital bagi negara,
karena anak adalah penerus generasi. Sekarang, anak-anak hidup di abad modern
dimana disegala bidang diperlukan orang yang tidak hanya memiliki kepintaran
tetapi juga kecerdasan. Kecerdasan bukan hanya didapat dibangku sekolah, tetapi
lebih pada pengalaman. Untuk mendapatkan keecerdasan tentu tidak hanya belajar
tetapi juga dari bermain. Dalam bermain, anak memperoleh banyak pengalaman yang
sangat berguna. Bila segala potensi yang dimiliki anak dapat dikembangkan
sesuai konsep tumbuh kembang anak maka anak akan kaya pengalaman, dan
pengalaman adalah guru yang paling baik. Anak yang kaya pengalaman, kelak
dewasa akan jadi orang yang berkepribadian tangguh dan andal, mampu menghadapi
segala tantangan zaman. Setiap anak berpeluang sama untuk menjadi jenius,
sepanjang pemberian stimulus pada otak dilakukan sejak dini. Disamping itu,
anak usia dini merupakan masa kritis, terutama dari segi gizi, kesehatan, dan
psikologi. Oleh karena itu, kebutuhan tumbuh kembang anak mencakup kebutuhan
gizi seimbang, kesehatan, pendidikan dan psikososial. Kebutuhan itu merupakan
satu kesatuan yang utuh untuk dikembangkan pada masa usia balita tersebut.
2.3 Pengertian
Epistemologi, Aksiologi, dan Ontologi
A. Ontologi
Menurut bahasa, ontologi ialah
berasal dari bahasa Yunani yaitu, On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi,
ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Menurut istilah, ontologi ialah ilmu
yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik
yang berbentu jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Term ontologi pertama kali
diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. untuk menamai teori
tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembangannya
Christian Wollf membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan
metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari
ontologi. Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat
yang membicarakan prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala
sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi,
psikologi, dan teologi.
Kosmologi adalah cabang filsafat
yang secara khhusus membicarakan tentang alam semesta. Psikologi adalah cabang
filsafat yang secara khusus membicarakan tentang iwa manusia. Teologi adalah cabang
filsafat yang secra khusus membicarakan tuhan.
B. Epistemologi
Epistemologi secara etimologis berasal dari
dua suku kata, yakni: “epistem” (Yunani) yang berarti pengetahuan atau ilmu
(pengetahuan) dan ‘logos’ yang berarti ‘disiplin’ atau
teori. Dalam KamusWebst
er disebutkan bahwa epistemologi
merupakan “Teori ilmu pengetahuan (science) yang melakukan investigasi
mengenai asal-usul, dasar, metode, dan batas-batas ilmu pengetahuan.”
Epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang
terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas,
sifat, metode dan kesalihan pengetahuan. Persoalan dalam epistemologi adalah
bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu? Dari mana pengetahuan itu dapat
diperoleh? Dan bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai?
Mengapa sesuatu disebut ilmu? Apa saja lintas
batas ilmu pengetahuan? Dan, bagaimana prosedur untuk
memperoleh pengetahuan yang bersifat ilmiah? Pertanyaan-pertanyaan
itu agaknya yang dapat dijawab dari pengertian epistemologi yang sudah disebutkan. Kumpulan data tidak memiliki arti apa-apa tanpa adanya proses dan prosedur yang memiliki standar
ilmiah.
C. Aksiologi
Ilmu merupakan sesuatu yang paling
penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia
bias terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang
tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu.
Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan
hidupnya. Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan
penyelamat bagi manusia?
Untuk
lebih mengenal apa yang dimaksud dengan aksiologi, akan diuraikan beberapa
definisi tentang aksiologi, diantaranya:
1. Aksiologi
berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti
teori. Jadi aksiologi adalah “teori tentang nilai”.
2. Sedangkan
arti aksiologi yang terdapat didalalam bukunya Jujun S. Suriasumantri Filsafat
Ilmu Sbuah Pengantr Populer bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
3. Menurut
Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, moral conduct, yaitu
tidakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua,
esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan.
Ketiga, sosio-political life ,yaitu kehidupan social politik, yang akan
melahirkan sosio-politik.
4. Dalam
Enyclopedia of philosophy dijelaskan, aksiologi disamakan dengan Value and
Valuation. Ada tiga bentuk Value and Valuation.
a.
Nilai, digunakan sebagai katabenda
abstrak.
b.
Nilai sebagai katabenda konkret.
c. Nilai
juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, member nilai, dan
dinilai.
Dari definisi-definisi mengenai aksiologi
diatas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai
nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan
berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam
filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
2.3
Hubungan Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Terhadap Kajian PAUD
Ontologi
Ontologi adalah pembahasan tentang hakekat pengetahuan.
Ontologi membahas pertanyaan-pertanyaan semacam ini: Objek apa yang ditelaah
pengetahuan? Adakah objek tersebut? Bagaimana wujud hakikinya? Dapatkah objek
tersebut diketahui oleh manusia, dan bagaimana caranya?
Hubungan
ontologi terhadap kajian PAUD antara lain adalah bagaimana wujud hakikat PAUD?
Objek apa yang ditelaah PAUD?
1. Hakikat PAUD
PAUD
adalah ilmu multi dan interdisipliner, artinya tersusun oleh banyak disiplin
ilmu yang saling terkait. Ilmu Psikologi perkembangan, ilmu Pendidikan, ilmu
Bahasa, ilmu Seni, ilmu Gizi, ilmu Biologi perkembangan anak, dan ilmu-ilmu
terkait lainnya saling erintegrasi untuk membahas setiap persoalan PAUD. Untuk
mengembangkan kemampan intelektual anak, diperlukan berbagai kegiatan yang
dilandasi dengan ilmu psikologi, ilmu pendidikan, ilmu matematika untuk anak,
sains untuk anak, dan seterusnya. Beberapa komponen yang terkait dengan PAUD adalah
sebagai berikut:
a. Kurikulum
PAUD
Kurikulum
PAUD bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi anak agar kelak dapat
berfungsi sebagai manusia yang utuh sesuai kultur, budaya, dan falsafah suatu
bangsa. Anak dapat dipandang sebagai individu yang baru mulai mengenal dunia.
Ia belum mengetahui tatakrama, sopan-santun, aturan, norma, etika, dan berbagai
hal tentang dunia. Ia juga sedang belajar berkomunikasi dengan orang lain dan
belajar memahami orang lain. Anak perlu dibimbing agar mampu memahami berbagai
hal tentang dunia dan isinya. Ia juga perlu dibimbing agar memahami berbagai
fenomena alam dan dapat melakukan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan
untuk hidup di masyarakat. Interaksi anak dengan benda dan dengan orang lain
diperlukan untuk belajar agar anak mampu mengembangkan kepribadian, watak, dan
akhlak yang mulia. Usia dini merupakan saat yang amat berharga untuk menenamkan
nilai-nilai nasionalisme, kebangsaan, agama, etika, moral, dan sosial yang
berguna untuk kehidupannya dan strategis bagi pengembangan suatu bangsa.
b.
PembelajaranPAUD
Pembelajaran bersifat holistik dan terpadu. Pembelajaran mengembangkan semua aspek perkembangan, meliputi
Pembelajaran bersifat holistik dan terpadu. Pembelajaran mengembangkan semua aspek perkembangan, meliputi
(1)
moral dan nilai-nilai agama,
(2)
sosial- emosional,
(3)
kognitif (intelektual),
(4)
bahasa,
(5)
Fisik-motorik,
(6)
Seni.
Pembelajaran
bersifat terpadu yaitu tidak mengajarkan bidang studi secara terpisah. Satu
kegiatan dapat menjadi wahana belajar berbagai hal bagi anak. Bermain sambil
belajar, dimana esensi bermain menjiwai setiap kegiatan pembelajaran amat
penting bagi PAUD. Esensi bermain meliputi perasaan senang, demokratis, aktif,
tidak terpaksa, dan merdeka menjadi jiwa setiap kegiatan. Pembelajaran
hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga menyenangkan, membuat anak tertarik untuk
ikut serta, dan tidak terpaksa. Guru memasukkan unsur-unsur edukatif dalam
kegiatan bermain tersebut, sehingga anak secara tidak sadar telah belajar
berbagai hal.
2. Objek
telaah PAUD
Usia dini merupakan kesempatan emas
bagi anak untuk belajar, sehingga disebut usia emas (golden age). Oleh karena
itu, kesempatan ini hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk proses belajar
anak. Rasa ingin tahu pada usia ini berada pada posisi puncak. Tidak ada usia
sesudahnya yang menyimpan rasa ingin tahu anak melebihi usia dini, khususnya
usia 3-4 tahun dan 4-6 tahun.
Objek belajar anak usia dini bukan
terfokus pada mengejar prestasi, seperti kemampuan membaca, menulis, berhitung
dan penguasaan pengetahuan yang bersifat akademis. Namun objek belajarnya lebih
diarahkan pada mengembangkan pribadi, seperti sikap dan minat belajar serta
berbagai potensi dan kemampuan dasar anak.
Orientasi anak lebih baik mengarah
pada pengembangan sikap mental yang positif. Anak yang mampu mengembangkan
sikap mental positif akan mengembangkan rasa ingin tahu yang tinggi, semangat
belajar yang menyala, gemar membaca, mampu mengembangkan kreativitas diri dan
memiliki dorongan yang kuat untuk terus mengembangka diri. Hal itu merupakan
prestasi yang luar biasa bagi anak disbanding prestasi akademik yang saat ini
dicapai.
Epistemologi
Epistemologi
adalah pembahasan mengenai metode yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan.
Epistemologi membahas pertanyaan-pertanyaan seperti: bagaimana proses yang
memungkinkan diperolehnya suatu pengetahuan? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa
yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Lalu
benar itu sendiri apa? Kriterianya apa saja?
Hubungan
epistemologi terhadap kajian PAUD diantaranya yaitu bagaimana proses atau
prosedur PAUD tersebut? Apa saja kriteria PAUD itu?
Bagaimana
anak belajar?
1. Belajar visual
Anak belajar melalui pengamatan, artinya anak belajar
menggunakan media gambar seperti foto, lukisan, dan bemda-benda lain. Dari
gambar-gambar atau foto-foto tersebut anak mengamati, sehingga anak menyerap
informasi dan memperoleh sesuatu yang bernilai pembelajaran. Anak- anak yang
belajar dengan tipe ini disebut belajar visual. Mereka menyerap informasi
melalui mengamati objek-objek gambar, foto, dengan cara melihat.
2. Belajar auditori
Diantara anak-anak usia dini ada yang belajar dengan cara
auditori, artinya mereka belajar melalui mendengarkan informasi yang diterima
berupa suara, seperti komunikasi lisan, bercakap-cakap, cerita, dongeng, dan
tanya jawab. Dan biasanya anak suka mendengarkan apa yang disampaikan.
3. Belajar kinestetik
Anak yang belajar bertipe kinestetik biasanya mereka
menyerap informasi sebagai proses belajar adalah melelui sentuhan. Anak senang
menyentuh dan meraba seperti membalik-balik, membongkar dan memasang
benda-benda yang menjadi objek belajar mereka. Sentuhan itu sebagai bentuk
eksplorasinya (rasa memenuhi ingin tahunya) terhadap benda yang menjadi objek
belajarnya.
Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini
1. Berorientasi pada kebutuhan anak
2. Kegiatan belajar dilakukan melalui
bermain
3. Merangsang munculnya kreativitas dan
inovatif
4. Menyediakan lingkungan yang
mendukung proses belajar
5. Mengembangkan kecakapan hidup anak
6. Menggunakan berbagai sumber dan
media belajar yang ada dilingkungan sekitar
7. Dilaksanakan secara bertahap dengan
mengacu pada prinsip perkembangan anak
8. Rangsangan pendidikan mencakup semua
aspek perkembangan
Karakteristik
anak usia dini
1. Usia 0-1 tahun
Pada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan luar
biasa, paling cepat dibanding usia selanjutnya. Berbagai karakteristik anak
bayi antara lain:
a.
Mempelajari
keterampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk, berdiri dan
berjalan
b.
Mempelajari
keterampilan menggunakan panca indera seperti melihat atau mengamati, meraba,
mendengar, mencium dan mengecap dengan memasukkan setiap benda ke mulut
c.
Mempelajari
komunikasi social
2. Usia 2-3 tahun
Beberapa karakteristik yang dilalui anak usia 2-3 tahun
antara lain:
a.
Anak
sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada disekitarnya
b.
Anak
mulai mengembangkan kemampuan berbahasa
c.
Anak
mulai belajar mengembangkan emosi
3. Usia 4-6 tahun
Anak usia 4-6 tahun memiliki karakteristik antara lain:
a.
Berkaitan
dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan
b.
Perkembangan
bahasa juga semakin baik
c.
Perkembangan
kognitif (daya pikir) sanagt pesat, ditunjukkan dengan rassa ingin tahu anak
yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar
d.
Bentuk
permainan anak masih bersifat individu
Aksiologi
Aksiologi
adalah pembahasan mengenai nilai moral pengetahuan. Aksiologi menjawab
pertanyaan-pertanyaan model begini: untuk apa pengetahuan itu digunakan?
Bagaimana kaitan antara cara penggunaan pengetahuan tersebut dengan
kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan
pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara metode pengetahuan dengan
norma-norma moral/profesional?
Masa
kanak-kanak merupakan masa emas bagi pembentukan moral. Pada masa ini, jika
suatu landasan moral yang baik telah berhasil ditanamkan, landasan moral
tersebut selanjutnya akan menjadi penuntun individu dalam bertingkah laku
seumur hidupnya. Pengembangan
nilai moral dan budi pekerti pada anak menjadi sangat penting khususnya
implikasinya bagi pendidikan guna menciptakan generasi penerus bangsa yang tidak
hanya maju secara intelektual namun juga kokoh dalam nilai moral dan kepribadian
yang berbudi pekerti.
Usia dibawah lima tahun adalah usia yang
paling kritis/paling menentukan dalam pembentukan karakter dan juga kepribadian
seseorang. Kalau seseorang sudah terlanjur menjadi pencuri atau penjahat, maka
pendidikan universitas bagi orang tersebut bisa dikatakan tidak berarti
apa-apa. Sebagaimana halnya sebatang pohon bambu, setelah tua susah
dibengkokkan. Mendidik anak usia dini ibarat membentuk ukiran dibatu yang tidak
akan mudah hilang bahkan akan membekas selamanya. Artinya pendidikan anak usia
dini akan membekas hingga anak dewasa. Pendidikan anak usia dini ini adalah
peletak dasar bagi pendidikan anak selanjutnya. Keberhasilan pendidikan usia
dini adalah peletak dasar bagi pendidikan anak selanjutnya.
Perkembangan
nilai moral merupakan interaksi antara perkembangan psikis dan intelektual
dengan pengalaman-pengalaman pada realitas keluarga, lingkungan dan masyarakat.
Kemampuan berfikir dan bersikap akan menstimulus anak pada kemampuan menilai
baik dan buruk serta salah dan benar terhadap suatu tatanan sosial. Perkembangan
moral pada anak memiliki perbedaan tersendiri pada tiap individu berkait dengan
kemampuan fisik, psikis dan kognitifnya serta keberadaan lingkungan di mana
remaja tumbuh. Seorang anak yang berkembang pada lingkungan kondusif
(lingkungan santri, terdidik, daerah aman, strata sosial baik) serta kemampuan
fisik, psikis, dan kognitif yang baik akan memiliki standar nilai moral yang
cukup tinggi, sebaliknya anak yang tumbuh pada lingkungan yang kurang kondusif
(daerah kriminal, lokalisasi, daerah perjudian, lingkungan kumuh, dan
lain-lain) serta aspek fisik, psikis dan intelektual rendah juga akan memiliki
standar nilai moral yang rendah pula.
Hal yang perlu dipahami bahwa perkembangan
nilai moral akan selalu terkait erat dengan budi pekerti. Karena nilai-nilai
yang terkandung dalam pesan moral adalah pembentuk budi pekerti secara
keseluruhan.
Tolok
ukur keberhasilan penanaman moral. Keberhasilan dalam mendidik moral anak
adalah ketika anak melakukan tindakan moral atas inisiatifnya sendiri dan tanpa
pengawasan.
BAB III
3.1 Kesimpulan
Pendidikan anak usia dini merupakan
suatu disiplin ilmu pendidikan yang secara khusus memperhatikan, menelaah dan
mengembangkan berbagai interaksi edukatif antara anak usia dini dengan pendidik
untuk mencapai tumbuh kembang potensi anak secara optimal.
Sebagai rumpun keilmuan, pendidikan
anak usia dini memiliki kerangka ontologis, epistimologis, dan aksiologis yang
merupakan dasar suatu ilmu. Kerangka ontologis pendidikan anak usia dini
mencakup berbagai interaksi edukatif pada wilayah situasi pendidikan (keluarga,
masyarakat, sekolah). Kajian ontologis ini memberikan keluasan wilayah terapan
dan pengembangan ilmu pendidikan anak usia dini sehingga akan memiliki nilai
guna (aksiologis) yang luas untuk berbagai kepentingan dan tujuan.
Pendidikan anak usia dini secara
akademik dan praktis dapat dipelajari, ditelaah, dan diterapkan serta
dikembangkan dalam seting keluarga. Interaksi edukatif antara anak usia dini
dengan orang dewasa dalam keluarga merupakan salah satu bentuk kajian khusus
yang memberikan gambaran tentang isi dan proses pendidikan yang dapat
diterapkan dan dikembangkan dalam seting keluarga. Nilai aksiologis dari
gambaran isi dan proses pendidikan anak usia dini dalam keluarga dapat
dijadikan panduan dan perbandingan bagi orang tua maupun calon orang tua untuk
membimbing dan membina tumbuh kembang anak secara optimal dalam lingkungan
keluarga.
Dari
sudut epistimologi, kajian tentang metodologi pembelajaran anak usia dini telah
dikembangkan dengan acuan filosofis, pendekatan dan model yang beraneka ragam,
termasuk didalamnya adalah kajian tentang model kurikulum untuk anak usia dini.
Sesuai dengan kerangka landasar filsafat, kurikulum anak usia dini secara garis
besar dikelompokan dalam tiga model. Pendekatan pertama dilakukan dengan model
proses pematangan (maturitional models). Pendekatan kedua dikenal dengan model
tingkah laku-lingkungan. Pendekatan ketiga dilakukan dengan menggunakan model
interaksi.
3.2 Saran
Dengan
adanya makalah ini semoga dapat memberikan manfaat, informasi, dan ilmu serta
semua pihak bisa memahami hubungan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi
terhadap kajian Pendidikan Anak Usia Dini.
Daftar Pustaka
Amsal
Bachtiar. 2009. Filsafat Ilmu.
Jakarta : Rajawali Pers
Surajiyo.
2009. Filsafat Ilmu dan Pengembangannya di
Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara
Rita
Kurnia. 2010. Program Pembelajaran
Pendidikan Anak Usia Dini. Pekanbaru : Cendikia
Insani
Arief
Sidharta. 2008. Apakah Filsafat dan
Filsafat Ilmu itu? Bandung : Pustaka Sutra
Wilson.
2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia
Dini. Pekanbaru