BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usia
tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang yaitu satu periode
dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih
menyenangkan atau beranjak dari waktu
yang penuh dengan manfaat.
Tahap
terakhir dalam rentang kehidupan sering dibagi menjadi usia lanjut dini, yang berkisar antara
usia 60-70 dan usia lanjut yang mulai pada 70 sampai akhir kehidupan seseorang.
Orang dalam usia 60 an biasanya
digolongkan pada usia tua yang berarti antara sedikit lebih tua atau setelah
usia madya dan usia lanjut setelah mereka mencapai
usia 74. Menurut standar beberapa kamus berarti makin lanjut usia seseorang
dalam periode hidupnya dan telah kehilangan kejayaan masa mudanya. Lanjut usia
merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan dalam mendefinisikan batasan
penduduk lanjut usia menurut badan koordinasi keluarga berencana nasional ada
tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan
aspek sosial ( BKKBN 1998 ) secara biologis penduduk lanjut usia adalah
penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus yang ditandai
dengan menurunnya daya tahan tubuh serta fisik, yaitu semakin rentannya
terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Secara
ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai
sumber daya. Setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang
berusia 56 tahun keatas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari
nafkah untuk keperluan sehari-hari. Batasan lanjut usia tercantum dalam UUD NO.
IV Tahun 1965 tentang pemberian bantuan orang jompo, bahwa yang berhak
mendapatkan bantuan mereka yang berusia 56 tahun keatas. Dengan demikian dalam
undang-undang tersebut menyatakan bahwalanjut usia adalah yang berusia 56 Tahun
keatas.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Pengertian Manula
Manusia lanjut usia merupakan istilah tahap
akhir dari proses penuaan. Batasan penduduk lanjut usia menurut Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN
1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses
penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik
yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi
sel, jaringan, serta sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih
dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan
bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang
sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara
negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat.
Dari aspek sosial, penduduk lanjut
usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut
usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari
keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan
keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di
Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus
dihormati oleh warga muda (Suara Pembaharuan 14 Maret 1997). Menurut Neugarten (1968), Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa
dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain,
periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa
kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa
ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah
kelompok orang yang homogen . Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda.
Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks
eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka
kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti . Ada juga
lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap-sikap yang berkisar antara
kepasrahan yang pasif dan pemberontakan, penolakan, dan keputusasaan. Lansia
ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan demikian semakin
cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
Disamping itu untuk mendefinisikan
lanjut usia dapat ditinjau dari pendekatan kronologis. Menurut Supardjo (1982)
usia kronologis merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam
angka. Dari berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang paling mudah digunakan
adalah usia kronologis, karena batasan usia ini mudah untuk diimplementasikan,
karena informasi tentang usia hampir selalu tersedia pada berbagai sumber data
kependudukan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia
menjadi 4 yaitu : Usia pertengahan (middle
age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia
tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90
tahun.
Sedangkan menurut Prayitno dalam
Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia
adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan
tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya
sehari-hari. Saparinah (1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun
merupakan kelompok umur yang mencapai tahap praenisium pada tahap ini akan
mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan
psikologis.
Dengan demikian akan timbul
perubahan-perubahan dalam hidupnya. Demikian juga batasan lanjut usia yang
tercantum dalam Undang-Undang No.4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan
penghidupan orang jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka
yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian dalam undang-undang tersebut
menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang berumur 56 tahun ke atas. Namun
demikian masih terdapat perbedaan dalam menetapkan batasan usia seseorang untuk
dapat dikelompokkan ke dalam penduduk lanjut usia.
2.2 Kebutuhan Hidup Manusia Lanjut Usia
Setiap orang memiliki kebutuhan
hidup. Orang lanjut usia juga memiliki kebutuhan hidup yang sama agar dapat
hidup sejahtera. Kebutuhan hidup orang lanjut usia antara lain kebutuhan akan
makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perumahan yang
sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman, kebutuhan-kebutuhan sosial
seperti bersosialisasi dengan semua orang dalam segala usia, sehingga mereka
mempunyai banyak teman yang dapat diajakberkomunikasi, membagi pengalaman,
memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik.
Kebutuhan tersebut diperlukan oleh
lanjut usia agar dapat mandiri. Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat
Maslow dalam Koswara (1991) yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi
(1) Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau
biologis seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya. (2) Kebutuhan
ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa keamanan dan
ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan akan jaminan hari
tua, kebebasan, kemandirian dan sebagainya (3) Kebutuhan sosial (social
needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkomunikasi dengan
manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olah raga,
kesamaan hobby dan sebagainya (4).Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah
kebutuhan akan harga diri untuk diakui akan keberadaannya, dan (5) Kebutuhan
aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan
untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasar
pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan dalam
kehidupan.
Sejak awal kehidupan sampai berusia
lanjut setiap orang memiliki kebutuhan psikologis dasar Setiati (2000). Kebutuhan tersebut
diantaranya orang lanjut usia membutuhkan rasa nyaman bagi dirinya sendiri,
serta rasa nyaman terhadap lingkungan yang ada. Tingkat pemenuhan kebutuhan
tersebut tergantung pada diri orang lanjut usia, keluarga dan lingkungannya.
Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan timbul masalah-masalah
dalam kehidupan orang lanjut usia yang akan menurunkan kemandiriannya.
A. Faktor Kesehatan
Faktor
kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia. Faktor
kesehatan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia dan daya tahan fisik
terhadap serangan penyakit. Faktor kesehatan psikis meliputi penyesuaian terhadap
kondisi lanjut usia
1.
Kesehatan
Fisik
Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis
lanjut usia.Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan manusia.
Kekuatan fisik, pancaindera, potensi dan kapasitas intelektual mulai menurun
pada tahap-tahap tertentu (Prasetyo,1998). Dengan demikian orang lanjut usia
harus menyesuaikan diri kembali dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran fisik
ditandai dengan beberapa serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi
darah, persendian, sistem pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma dan
mental. Sehingga keluhan yang sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa,
gangguan saluran pencernaan, saluran kencing, fungsi indra dan menurunnya
konsentrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Joseph (1998) mengatakan untuk
menkaji fisik pada orang lanjut usia harus dipertimbangkan keberadaannya
seperti menurunnya pendengaran, penglihatan, gerakan yang terbatas, dan waktu
respon yang lamban.
Pada umumnya pada masa lanjut usia ini orang mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotorik. Menurut Zainudin (2002) fungsi
kognitif meliputi proses belajar, persepsi pemahaman, pengertian, perhatian dan
lain-lain yang menyebabkan reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi semakin
lambat. Fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan
kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lanjut usia
kurang cekatan.
2. Kesehatan Psikis
Dengan
menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia secara otomatis akan
timbul kemunduran kemampuan psikis. Salah satu penyebab menurunnya kesehatan
psikis adalah menurunnya pendengaran. Dengan menurunnya fungsi dan kemampuan
pendengaran bagi orang lanjut usia maka banyak dari mereka yang gagal dalam
menangkap isi pembicaraan orang lain sehingga mudah menimbulkan perasaan
tersinggung, tidak dihargai dan kurang percaya diri.
Menurunnya
kondisi psikis ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif. Zainudin (2002).
Lebih lanjut dikatakan dengan adanya penurunan fungsi kognitif dan psiko
motorik pada diri orang lanjut usia maka akan timbul beberapa kepribadian
lanjut usia sebagai berikut: (1) Tipe kepribadian Konstruktif, pada tipe ini tidak
banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua (2) Tipe
Kepribadian Mandiri , pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power
syndrom, apabila pada masa lanjut usia tidak diisi dengan kegiatan yang
memberikan otonomi pada dirinya (3) Tipe Kepribadian Tergantung , pada tipe ini
sangat dipengaruhi kehidupan keluarga . Apabila kehidupan keluarga harmonis
maka pada masa lanjut usia tidak akan timbul gejolak. Akan tetapi jika pasangan
hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana apalagi
jika terus terbawa arus kedukaan (4) Tipe Kepribadian Bermusuhan, pada tipe ini
setelah memasuki masa lanjut usia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya.
Banyak
keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga
menyebabkan kondisi ekonomi rusak (5) Tipe Kepribadian Kritik Diri, tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain
atau cenderung membuat susah dirinya.
B. Faktor Ekonomi
Pada
umumnya para lanjut usia adalah pensiunan atau mereka yang kurang produktif
lagi. Secara ekonomis keadaan lanjut usia dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) yaitu
golongan mantap, kurang mantap dan rawan (Trimarjono, 1997). Golongan mantap
adalah para lanjut usia yang berpendidikan tinggi, sempat menikmati
kedudukan/jabatan baik. Mapan pada usia produktif, sehingga pada usia lanjut
dapat mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Pada golongan kurang mantap
lanjut usia kurang berhasil mencapai kedudukan yang tinggi , tetapi sempat
mengadakan investasi pada anak-anaknya, misalnya mengantar anak-anaknya ke
jenjang pendidikan tinggi, sehingga kelak akan dibantu oleh anak-anaknya.
Sedangkan golongan rawan yaitu lanjut usia yang tidak mampu memberikan bekal
yang cukup kepada anaknya sehingga ketika purna tugas datang akan mendatangkan
kecemasan karena terancam kesejahteraan. Pemenuhan kebutuhan ekonomi dapat
ditinjau dari pendapatan lanjut usia dan kesempatan kerja.
1. Pendapatan
Pendapatan
orang lanjut usia berasal dari berbagai sumber. Bagi mereka yang dulunya
bekerja , mendapat penghasilan dari dana pensiun. Bagi lanjut usia yang
sampai saat ini bekerja mendapat penghasilan dari gaji atau upah. Selain itu
sumber keuangan yang lain adalah keuntungan, bisnis, sewa, investasi,
sokongan dari pemerintah atau swasta, atau dari anak, kawan dan keluarga
(Kartari, 1993 ; Yulmardi, 1995).
Upah/gaji
sebagai imbalan dari hasil kerja para lanjut usia tidaklah tinggi. Data
hasil Sensus Tenaga Kerja Nasional (Sakernas) tahun 1996 memperlihatkan bahwa
upah yang diterima orang lanjut usia antara Rp.50.000,- sampai dengan Rp. 300.000,-
per bulan (Wirakartakusuma,2000). Di perkotaan upah/gaji para lanjut usia
yang bekerja relatif lebih tinggi daripada di perdesaan. Namun hal ini tidak
berarti lanjut usia perkotaan lebih sejahtera daripada lanjut usia
perdesaan.
Adanya
upah lanjut usia yang sangat minim jika tidak ditunjang dengan dukungan finansial
dari pihak lain baik anggota keluarga maupun orang lain tidak dapat berharap
bahwa lanjut usia tersebut akan hidup dalam kondisi yang menguntungkan.
Tingkat pendidikan lanjut usia pada umumnya sangat rendah. Hal ini berpengaruh
terhadap produktivitas kerja sehingga pendapatan yang diperoleh juga
semakin kecil. Menurut Sedarmayanti (2001) pekerjaan yang disertai dengan pendidikan
dan keterampilan akan mendorong kemajuan setiap usaha. Dengan kemajuan
maka akan meningkatkan pendapatan, baik pendapatan individu, kelompok
maupun pendapatan Nasional. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sumber utama
kinerja yang efektif yang mempengaruhi individu adalah kelemahan intelektual,
kelemahan psikologis, kelemahan fisik . Jadi jika lanjut usia dengan kondisi
yang serba menurun bekerja sudah tidak efektif lagi ditinjau dari proses dan
hasilnya.
2. Kesempatan Kerja
Bekerja
adalah suatu kegiatan jasmani atau rohani yang menghasilkan sesuatu
(Sumarjo, 1997). Bekerja sering dikaitkan dengan penghasilan dan penghasilan
sering dikaitkan dengan kebutuhan manusia. Untuk itu agar dapat tetap
hidup manusia harus bekerja. Dengan bekerja orang akan dapat memberi makan
dirinya dan keluarganya, dapat membeli sesuatu, dapat memenuhi kebutuhannya
yang lain.
Saat ini
ternyata diantara lanjut usia banyak yang tidak bekerja. Tingkat pengangguran
lanjut usia relatif tinggi di daerah perkotaan, yaitu 2,2%. Dengan makin
sempitnya kesempatan kerja maka kecenderungan pengangguran lanjut usia
akan semakin banyak . Partisipasi angkatan kerja makin tinggi di perdesaan daripada
di kota. Lanjut usia yang masih bekerja sebagian besar terserap dalam bidang
pertanian. Di perkotaan lebih banyak yang bekerja di sektor perdagangan yaitu
38,4% sedangkan yang bekerja disektor pertanian 27,0%, sisanya berada disektor jasa
17,3%, industri 9,3% angkutan 3,3%, bangunan 2,8% dan sektor lainnya
relatif kecil 1%.
Seringkali
mereka menemukan kenyataan bahwa sangat sedikit kesempatan kerja yang
tersedia bagi mereka, walaupun mereka ingin bekerja dan sanggup untuk
melakukan pekerjaan tersebut, karena pendidikan yang dimiliki lanjut usia tidak
lagi terarah pada pasar tenaga kerja tidak dimasukkan dalam kebijakan – kebijakan
pendidikan yang berkelanjutan. Pembinaan ketrampilan dan pelatihan yang
dilakukan terus-menerus hanya berlaku bagi orang-orang muda. Hal inilah yang
menyebabkan sulitnya lanjut usia bersaing di pasaran kerja, sehingga banyak orang
lanjut usia yang tidak bekerja meskipun tenaganya masih kuat dan mereka masih
berkeinginan untuk bekerja.
Ada
beberapa kondisi yang membatasi kesempatan kerja bagi pekerja lanjut
usia (Hurlock, 1994) : (1) Wajib Pensiun, pemerintah dan sebagian besar industri/perusahaan
mewajibkan pekerja pada usia tertentu untuk pensiun. Mereka tidak mau
lagi merekrut pekerja yang mendekati usia wajib pensiun, karena waktu,
tenaga dan biaya untuk melatih mereka sebelum bekerja relatif mahal (2) Jika
personalia perusahaan dijabat orang yang lebih muda, maka para lanjut usia sulit
mendapatkan pekerjaan (3) Sikap sosial . Kepercayaan bahwa pekerja yang sudah
tua mudah kena kecelakaan, karena kerja lamban, perlu dilatih agar menggunakan
teknik-teknik modern merupakan penghalang utama bagi perusahaan untuk
mempekerjakan orang lanjut usia (4) Fluktuasi dalam Daur Usaha. Jika kondisi
usaha suram maka lanjut usia yang pertama kali harus diberhentikan dan
kemudian digantikan orang yang lebih muda apabila kondisi usaha sudah membaik.
C. Faktor Hubungan Sosial
Faktor
hubungan sosial meliputi hubungan sosial antara orang lanjut usia dengan
keluarga, teman sebaya/ usia lebih muda, dan masyarakat. Dalam hubungan ini
dikaji berbagai bentuk kegiatan yang diikuti lanjut usia dalam kehidupan
sehari-hari.
1. Sosialisasi Pada Masa Lanjut Usia
Sosialisasi
lanjut usia mengalami kemunduran setelah terjadinya pemutusan hubungan kerja
atau tibanya saat pensiun. Teman-teman sekerja yang biasanya menjadi curahan
segala masalah sudah tidak dapat dijumpai setiap hari. Lebih-lebih lagi ketika
teman sebaya/sekampung sudah lebih dahulumeninggalkannya. Sosialisasi yang
dapat dilakukan adalah dengan keluarga dan masyarakat yang relatif berusia muda.
Pada
umumnya hubungan sosial yang dilakukan para lanjut usia adalah karena mereka mengacu pada teori
pertukaran sosial. Dalam teori pertukaran sosial sumber kebahagiaan manusia
umumnya berasal dari hubungan sosial. Hubungan ini mendatangkan kepuasan yang
timbul dari perilaku orang lain. Pekerjaan yang dilakukan seorang diripun dapat
menimbulkan kebahagiaan seperti halnya membaca buku, membuat karya seni, dan
sebagainya, karena pengalaman-pengalaman tadi dapat dikomunikasikan dengan
orang lain.
Menurut Sri (1999) ada dua syarat yang harus
dipenuhi bagi perilaku yang menjurus pada pertukaran sosial: (1) Perilaku
tersebut berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui
interaksi dengan orang lain (2) Perilaku harus bertujuan untuk memperoleh
sarana bagi pencapaian tujuan. Tujuan yang hendak dicapai dapat berupa imbalan
intrinsik, yaitu imbalan dari hubungan itu sendiri, atau dapat berupa imbalan
ekstrinsik, yang berfungsi sebagai alat bagi suatu imbalan lain dan tidak
merupakan imbalan bagi hubungan itu sendiri. Jadi pada umumnya kebahagiaan dan
penderitaan manusia ditentukan oleh perilaku orang lain. Sama halnya pada
tindakan manusia yang mendatangkan kesenangan disatu pihak dan ketidak senangan
di pihak lain.
Lebih
lanjut dikatakan oleh Soerjono ( 1997) bahwa interaksi sosial tidak akan
mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu : (1) Adanya kontak
sosial. Dengan perkembangan teknologi sekarang ini kontak sosial dapat
dilakukan melalui, surat, telepon radio dan sebagainya. (2) Adanya komunikasi.
Berkomunikasi adalah suatu proses yang setiap hari dilakukan . Akan tetapi
komunikasi bukanlah suatu hal yang mudah. Sebagai contoh salah paham merupakan
hasil dari komunikasi yang tidak efektif dan sering terjadi.
Berkomunikasi
dengan orang lanjut usia merupakan hal lebih sulit lagi. Hal ini disebabkan lanjut usia
memiliki ciri yang khusus dalam perkembangan usianya. Ada dua sumber utama yang
menyebabkan kesulitan berkomunikasi dengan lanjut usia, yaitu penyebab fisik
dan penyebab psikis. Penyebab fisik, pendengaran lanjut usia menjadi berkurang
sehingga orang lanjut usia sering tidak mendengarkan apa yang dibicarakan.
Secara psikis, orang lanjut usia merasa mulai kehilangan kekuasaan sehingga ia
menjadi seorang yang lebih sensitif, mudah tersinggung sehingga sering
menimbulkan kesalah pahaman. Simulasi yang bersifat
simultif/merangsang lanjut usia untuk berpikir, dan kemampuan berpikir lanjut
usia akan tetap aktif dan terarah.
2.3
Tingkat
Pencapaian Perkembangan Pada Usia Lanjut
Pada usia 60
– 74 tahun lingkup perkembangannya meliputi:
1. Nilai-nilai
agama dan moral
·
Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
·
Aktifitasnya dalam beribadah lebih banyak dibandingkan
sebelumnya.
·
Ketertarikakan terhadap agama sering dipusatkan pada
masalah kematian.
·
Saling menghormati dan menyayangi orang lain.
·
Memiliki rasa kasih sayang yang kuat.
·
Sering mengucapkan lafaz keagamaan.
·
Sering melihat-melihat buku berhubungan dengan agama.
·
Sangat menyakini agama yang dianut.
·
Mulai lebih teratur dalam ibadah.
·
Toleransi terhadap agama.
·
Memiliki tenggang rasa yang kuat.
2. Motorik Halus
dan Motorik Kasar.
Motorik Halus:
·
Kemampuan dalam menulis sudah mulai lemah.
·
Sesuatu yang dibawa dan dipegang akan mudah tumpah dan
terjatuh
·
Melempar suatu benda sudah tidak tepat sasaran lagi.
·
Kesulitan dalam mengambil suatu benda.
Motorik
Kasar:
·
Sulit untuk naik tangga.
·
Tidak dapat berdiri terlalu lama.
·
Tidak bisa berjalan jauh.
·
Tidak bisa mengangkat benda berat.
3. Kognitif
·
Ingatannya mulai melemah.
·
Sulit mempelajari hal-hal baru.
·
Mereka lebih lambat dalam belajar dibanding orang yang
lebih muda.
·
Hasil akhir cenderung kurang memuaskan.
·
Keterampilan yang lebih dulu dipelajari justru lebih
cepat sulit dicurahkan dan keterampilan yang baru dipelajari lebih cepat
dilupakan.
·
Memerlukan waktu yang lama untuk belajar atau menerima
pembelajaran.
·
Terdapat penurunan kecepatan dalam mencapai kesimpulan
baik dalam ajaran induktif maupun deduktif.
·
Kapasitas berfikir kreatif mulai berkurang.
·
Kemampuan intelektual sudah menghilang.
·
Kesadaran mentalnya sudah mulai menurun.
4. Bahasa
·
Menurunnya pembendaharaan kata karena mereka secara
konstan menggunakan sebagian besar kata yang pernah dipelajari pada masa
kanak-kanak dan remajanya sedang untuk belajar kata-kata pada usia lanjut lebih
jarang dilakukan.
·
Berkomunikasi dengan kata-kata yang kurang jelas.
·
Mencontohkan masa mudanya kembali kepada anak-anaknya.
5. Sosial
emosional
·
Menjalin persahabatan yang akrab denagn para anggota
yang memiliki jenis kelamin yang sama.
·
Lebih suka menghiskan waktu dirumah.
·
Partisipasi kegiatan cenderung menurun dan melemah.
·
Dalam konteks sosial atau perkumpulan format sudah
tidak merasa diperlukan lagi.
·
Mudah emosi.
·
Mudah tersinggung.
·
Mudah stress.
·
Menggap merasa tidak berguna.
·
Rasa saling tolong menolongnya masih ada.
6. Seni
·
Minat untuk melakukan rekreasi sangat tinggi.
·
Suka mendengarkan Radio.
·
Lebih banyak menonton TV.
·
Lebih banyak berkunjung ketempat teman.
·
Suka Menyulam atau menjahit.
·
Senang berkebun.
Pada usia 75
– 90 tahun lingkup perkembangannya meliputi:
1. Nilai-nilai
agama dan moral
·
Sering melakukan sholat berulang-ulang dalam waktu
yang hamper bersamaan.
·
Sering memberikan nasehat kepada anak cucunya.
·
Sering menyebutkan lafal-lafal keagamaan.
·
Memiliki rasa kasih sayang yang kuat.
·
Saling menghormati dan menyayangi orang lain.
·
Mempunyai daya kasih sayang yang besar.
2. Motorik
Halus dan Motorik Kasar
Motorik
Halus:
·
Genggaman tangan sudah tidak bisa.
·
Tidak bisa memasukkan benang kejarum, hal ini disebabkan karena
penglihatan yang sudah rabun.
·
Tidak bisa melempar benda.
·
Kesulitan dalam mengambil benda-benda kecil.
Motorik
Kasar:
·
Kaki bergetar ketika berjalan.
·
Tidak bisa membawa benda-benda yg berat.
·
Berjalan menggunakan tongkat.
·
Tidak dapat berdiri terlalu lama.
·
Sulit untuk menaikki tempat tinggi.
·
Berjlan sangat pelan.
3. Kognitif
·
Lemah dalam menginggat sesuatu.
·
Rasa humornya berkurang.
·
Kapasitas berfikir kreatif mulai berkurang.
·
Kemampuan intelektual sudah menghilang.
·
Kesadaran mentalnya sudah mulai menurun.
4. Bahasa
·
Sering menceritakan masa lalunya.
·
Vokal dalam mengucapkan kata-kata sudah tidak jelas.
·
Kalimat yang diucapkan sudah tidak sesuai dengan yang
dikehendaki.
·
Selalu mengurangi apa yang mereka lakukan
5. Sosial
emosional
·
Tidak percaya diri.
·
Mudah tersinggung.
·
Agresif.
·
Susah diatur.
·
Kurang bersosialisasi.
·
Lebih suka berada didalam rumah.
·
Kurang memperhatikan anak-anaknya.
·
Kurang beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
·
Sering menimbulkan kesalah pahaman.
6. Seni
·
Sudah tidak tertarik dengan humor.
·
Tidak ada minat untuk bertamasya.
·
Tidak terlalu memikirkan model pakaian.
Pada usia 90 ke atas/sampai akhir (manusia) lingkup
perkembangannya meliputi:
1. Nilai-nilai
agama dan moral
·
Tidak adanya atau kurangnya untuk berkewajiban beribadah.
·
Cenderung mengingat kematian.
·
Lebih banyak berzikir.
·
Sudah lupa dengan kewajiban beribadah.
2. Motorik
Halus dan Motorik Kasar
Motorik
Halus:
·
Gerakan tangan dan jari sudah berkurang yang disebabkan
karena anggota tubuh sudah melemah
Motorik
Kasar:
·
Rata-rata sudah tidak bisa berjalan.
·
Tidak bisa melibatkan seluruh anggota tubuh dalam melakukan
aktifitas.
3. Kognitif
·
3 % dari populasi mengalami kepikunan.
4. Bahasa
·
Dalam berbicara dengan orang lain sudah tidak nyambung lagi.
·
Vokal dalam mengucapkan kata-kata sudah tidak jelas.
·
Kalimat yang diucapkan sudah tidak sesuai dengan yang
dikehendaki.
·
Selalu mengulangi kata-kata.
·
Kesulitan menerima informasi perkataannya.
5. Sosial
emosional
·
Sudah tidak bisa mengendalikan perasaan.
·
.kembali bersifatseperti anak-anak.
·
Tidak bisa membedakan sesuatu.
·
Mudah marah.
6. Seni
·
Sudah tidak tertarik dengan humor.
·
Tidak ada minat untuk bertamasya.
·
Tidak terlalu memikirkan model pakaian
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Proses menua
(lansia) adalah proses alami yang disertai adanya
penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu
sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun
kesehatan
jiwa secara khusus pada lansia.
Akibat perubahan Fisik yang semakin menua maka perubahan ini akan
sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya dengan lingkunganya.
Dengan semakin lanjut usia seseorang secara berangsur-angsur ia mulai
melepaskan diri dari
kehidupan
sosialnya karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial para lansia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitasnya sehingga hal ini secara perlahan
mengakibatkan terjadinya kehilangan dalam berbagai hal yaitu: kehilangan peran di tengah masyarakat, hambatan kontak fisik dan
berkurangnya komitmen.
3.2 Saran
Lansia juga identik dengan
menurunnya daya tahan tubuh dan mengalami berbagai macam penyakit. Lansia akan
memerlukan obat yang jumlah atau macamnya tergantung dari penyakit yang
diderita. Semakin banyak penyakit pada lansia, semakin banyak jenis obat yang
diperlukan. Banyaknya jenis obat akan menimbulkan masalah antara lain
kemungkinan memerlukan ketaatan atau menimbulkan kebingungan dalam menggunakan
atau cara minum obat. Disamping itu dapat meningkatkan resiko efek samping obat
atau interaksi obat.
Kami menyarankan agar pemberian
nutrisi yang baik dan cukup baik bagi lansia. Hal tersebut dilakukan dengan
pertimbangan bahwa lansia memerlukan nutrisi yang kuat untuk mendukung dan
mempertahankan kesehatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi
antara lain: berkurangnya kemampuan mencerna makanan, berkurangnya cita rasa,
dan faktor penyerapan makanan.
Dengan adanya penurunan kesehatan dan keterbatasan fisik
maka diperlukan perawatan sehari-hari yang cukup. Perawatan tersebut
dimaksudkan agar lansia mampu mandiri atau mendapat bantuan yang minimal.
Perawatan yang diberikan berupa kebersihan perorangan seperti kebersihan gigi
dan mulut, kebersihan kulit dan badan serta rambut. Selain itu pemberian
informasi pelayanan kesehatan yang memadai juga sangat diperlukan bagi lansia
agar dapat mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Harlock. B., Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta:
Erlangga.
http://singgih pandiwicaksono. Blogspot.com/
Enung Fatimah.
2006. Psikologi Perkembangan.
Bandung: Pustaka Setia.
http://www.Psikologi Manusia Lanjut Usia. Vol:
82 Job: Senin April 2011.
http://respositori. ui. ac. id/contents/koleksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar