I WILL FOREVER SUPPORT SS501

Rabu, 02 Januari 2013

usia tua (manula)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang yaitu satu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu  yang penuh dengan manfaat. Tahap terakhir dalam rentang kehidupan sering dibagi menjadi usia lanjut dini, yang berkisar antara usia 60-70 dan usia lanjut yang mulai pada 70 sampai akhir kehidupan seseorang.
            Orang dalam usia 60 an biasanya digolongkan pada usia tua yang berarti antara sedikit lebih tua atau setelah usia madya dan usia lanjut setelah mereka mencapai usia 74. Menurut standar beberapa kamus berarti makin lanjut usia seseorang dalam periode hidupnya dan telah kehilangan kejayaan masa mudanya. Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut badan koordinasi keluarga berencana nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial ( BKKBN 1998 ) secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus yang ditandai dengan menurunnya daya tahan tubuh serta fisik, yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
            Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun keatas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan sehari-hari. Batasan lanjut usia tercantum dalam UUD NO. IV Tahun 1965 tentang pemberian bantuan orang jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan mereka yang berusia 56 tahun keatas. Dengan demikian dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwalanjut usia adalah yang berusia 56 Tahun keatas.
BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1 Pengertian Manula

Manusia lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat.
Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Suara Pembaharuan 14 Maret 1997). Menurut Neugarten (1968), Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen . Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti . Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap-sikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan, penolakan, dan keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari pendekatan kronologis. Menurut Supardjo (1982) usia kronologis merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam angka. Dari berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang paling mudah digunakan adalah usia kronologis, karena batasan usia ini mudah untuk diimplementasikan, karena informasi tentang usia hampir selalu tersedia pada berbagai sumber data kependudukan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Saparinah (1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur yang mencapai tahap praenisium pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan psikologis.
Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya. Demikian juga batasan lanjut usia yang tercantum dalam Undang-Undang No.4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang berumur 56 tahun ke atas. Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam menetapkan batasan usia seseorang untuk dapat dikelompokkan ke dalam penduduk lanjut usia.


2.2 Kebutuhan Hidup Manusia Lanjut Usia
Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Orang lanjut usia juga memiliki kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera. Kebutuhan hidup orang lanjut usia antara lain kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman, kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang dalam segala usia, sehingga mereka mempunyai banyak teman yang dapat diajakberkomunikasi, membagi pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik.
Kebutuhan tersebut diperlukan oleh lanjut usia agar dapat mandiri. Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Maslow dalam Koswara (1991) yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi (1) Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya. (2) Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian dan sebagainya (3) Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hobby dan sebagainya (4).Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga diri untuk diakui akan keberadaannya, dan (5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasar pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan dalam kehidupan.
Sejak awal kehidupan sampai berusia lanjut setiap orang memiliki kebutuhan psikologis dasar Setiati (2000). Kebutuhan tersebut diantaranya orang lanjut usia membutuhkan rasa nyaman bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap lingkungan yang ada. Tingkat pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri orang lanjut usia, keluarga dan lingkungannya. Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan timbul masalah-masalah dalam kehidupan orang lanjut usia yang akan menurunkan kemandiriannya.

A.      Faktor Kesehatan
Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia. Faktor kesehatan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia dan daya tahan fisik terhadap serangan penyakit. Faktor kesehatan psikis meliputi penyesuaian terhadap kondisi lanjut usia
1.         Kesehatan Fisik
Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia.Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan manusia. Kekuatan fisik, pancaindera, potensi dan kapasitas intelektual mulai menurun pada tahap-tahap tertentu (Prasetyo,1998). Dengan demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan diri kembali dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran fisik ditandai dengan beberapa serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi darah, persendian, sistem pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma dan mental. Sehingga keluhan yang sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan, saluran kencing, fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Joseph (1998) mengatakan untuk menkaji fisik pada orang lanjut usia harus dipertimbangkan keberadaannya seperti menurunnya pendengaran, penglihatan, gerakan yang terbatas, dan waktu respon yang lamban.
Pada umumnya pada masa lanjut usia ini orang mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotorik. Menurut Zainudin (2002) fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain yang menyebabkan reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi semakin lambat. Fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lanjut usia kurang cekatan.

2.    Kesehatan Psikis
Dengan menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia secara otomatis akan timbul kemunduran kemampuan psikis. Salah satu penyebab menurunnya kesehatan psikis adalah menurunnya pendengaran. Dengan menurunnya fungsi dan kemampuan pendengaran bagi orang lanjut usia maka banyak dari mereka yang gagal dalam menangkap isi pembicaraan orang lain sehingga mudah menimbulkan perasaan tersinggung, tidak dihargai dan kurang percaya diri.
Menurunnya kondisi psikis ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif. Zainudin (2002). Lebih lanjut dikatakan dengan adanya penurunan fungsi kognitif dan psiko motorik pada diri orang lanjut usia maka akan timbul beberapa kepribadian lanjut usia sebagai berikut: (1) Tipe kepribadian Konstruktif, pada tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua (2) Tipe Kepribadian Mandiri , pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power syndrom, apabila pada masa lanjut usia tidak diisi dengan kegiatan yang memberikan otonomi pada dirinya (3) Tipe Kepribadian Tergantung , pada tipe ini sangat dipengaruhi kehidupan keluarga . Apabila kehidupan keluarga harmonis maka pada masa lanjut usia tidak akan timbul gejolak. Akan tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana apalagi jika terus terbawa arus kedukaan (4) Tipe Kepribadian Bermusuhan, pada tipe ini setelah memasuki masa lanjut usia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya.
Banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonomi rusak (5) Tipe Kepribadian Kritik Diri, tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

B.       Faktor Ekonomi
Pada umumnya para lanjut usia adalah pensiunan atau mereka yang kurang produktif lagi. Secara ekonomis keadaan lanjut usia dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) yaitu golongan mantap, kurang mantap dan rawan (Trimarjono, 1997). Golongan mantap adalah para lanjut usia yang berpendidikan tinggi, sempat menikmati kedudukan/jabatan baik. Mapan pada usia produktif, sehingga pada usia lanjut dapat mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Pada golongan kurang mantap lanjut usia kurang berhasil mencapai kedudukan yang tinggi , tetapi sempat mengadakan investasi pada anak-anaknya, misalnya mengantar anak-anaknya ke jenjang pendidikan tinggi, sehingga kelak akan dibantu oleh anak-anaknya. Sedangkan golongan rawan yaitu lanjut usia yang tidak mampu memberikan bekal yang cukup kepada anaknya sehingga ketika purna tugas datang akan mendatangkan kecemasan karena terancam kesejahteraan. Pemenuhan kebutuhan ekonomi dapat ditinjau dari pendapatan lanjut usia dan kesempatan kerja.

1.    Pendapatan
Pendapatan orang lanjut usia berasal dari berbagai sumber. Bagi mereka yang dulunya bekerja , mendapat penghasilan dari dana pensiun. Bagi lanjut usia yang sampai saat ini bekerja mendapat penghasilan dari gaji atau upah. Selain itu sumber keuangan yang lain adalah keuntungan, bisnis, sewa, investasi, sokongan dari pemerintah atau swasta, atau dari anak, kawan dan keluarga (Kartari, 1993 ; Yulmardi, 1995).
Upah/gaji sebagai imbalan dari hasil kerja para lanjut usia tidaklah tinggi. Data hasil Sensus Tenaga Kerja Nasional (Sakernas) tahun 1996 memperlihatkan bahwa upah yang diterima orang lanjut usia antara Rp.50.000,- sampai dengan Rp. 300.000,- per bulan (Wirakartakusuma,2000). Di perkotaan upah/gaji para lanjut usia yang bekerja relatif lebih tinggi daripada di perdesaan. Namun hal ini tidak berarti lanjut usia perkotaan lebih sejahtera daripada lanjut usia perdesaan.
Adanya upah lanjut usia yang sangat minim jika tidak ditunjang dengan dukungan finansial dari pihak lain baik anggota keluarga maupun orang lain tidak dapat berharap bahwa lanjut usia tersebut akan hidup dalam kondisi yang menguntungkan. Tingkat pendidikan lanjut usia pada umumnya sangat rendah. Hal ini berpengaruh terhadap produktivitas kerja sehingga pendapatan yang diperoleh juga semakin kecil. Menurut Sedarmayanti (2001) pekerjaan yang disertai dengan pendidikan dan keterampilan akan mendorong kemajuan setiap usaha. Dengan kemajuan maka akan meningkatkan pendapatan, baik pendapatan individu, kelompok maupun pendapatan Nasional. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sumber utama kinerja yang efektif yang mempengaruhi individu adalah kelemahan intelektual, kelemahan psikologis, kelemahan fisik . Jadi jika lanjut usia dengan kondisi yang serba menurun bekerja sudah tidak efektif lagi ditinjau dari proses dan hasilnya.

2.    Kesempatan Kerja
Bekerja adalah suatu kegiatan jasmani atau rohani yang menghasilkan sesuatu (Sumarjo, 1997). Bekerja sering dikaitkan dengan penghasilan dan penghasilan sering dikaitkan dengan kebutuhan manusia. Untuk itu agar dapat tetap hidup manusia harus bekerja. Dengan bekerja orang akan dapat memberi makan dirinya dan keluarganya, dapat membeli sesuatu, dapat memenuhi kebutuhannya yang lain.
Saat ini ternyata diantara lanjut usia banyak yang tidak bekerja. Tingkat pengangguran lanjut usia relatif tinggi di daerah perkotaan, yaitu 2,2%. Dengan makin sempitnya kesempatan kerja maka kecenderungan pengangguran lanjut usia akan semakin banyak . Partisipasi angkatan kerja makin tinggi di perdesaan daripada di kota. Lanjut usia yang masih bekerja sebagian besar terserap dalam bidang pertanian. Di perkotaan lebih banyak yang bekerja di sektor perdagangan yaitu 38,4% sedangkan yang bekerja disektor pertanian 27,0%, sisanya berada disektor jasa 17,3%, industri 9,3% angkutan 3,3%, bangunan 2,8% dan sektor lainnya relatif kecil 1%.
Seringkali mereka menemukan kenyataan bahwa sangat sedikit kesempatan kerja yang tersedia bagi mereka, walaupun mereka ingin bekerja dan sanggup untuk melakukan pekerjaan tersebut, karena pendidikan yang dimiliki lanjut usia tidak lagi terarah pada pasar tenaga kerja tidak dimasukkan dalam kebijakan – kebijakan pendidikan yang berkelanjutan. Pembinaan ketrampilan dan pelatihan yang dilakukan terus-menerus hanya berlaku bagi orang-orang muda. Hal inilah yang menyebabkan sulitnya lanjut usia bersaing di pasaran kerja, sehingga banyak orang lanjut usia yang tidak bekerja meskipun tenaganya masih kuat dan mereka masih berkeinginan untuk bekerja.
Ada beberapa kondisi yang membatasi kesempatan kerja bagi pekerja lanjut usia (Hurlock, 1994) : (1) Wajib Pensiun, pemerintah dan sebagian besar industri/perusahaan mewajibkan pekerja pada usia tertentu untuk pensiun. Mereka tidak mau lagi merekrut pekerja yang mendekati usia wajib pensiun, karena waktu, tenaga dan biaya untuk melatih mereka sebelum bekerja relatif mahal (2) Jika personalia perusahaan dijabat orang yang lebih muda, maka para lanjut usia sulit mendapatkan pekerjaan (3) Sikap sosial . Kepercayaan bahwa pekerja yang sudah tua mudah kena kecelakaan, karena kerja lamban, perlu dilatih agar menggunakan teknik-teknik modern merupakan penghalang utama bagi perusahaan untuk mempekerjakan orang lanjut usia (4) Fluktuasi dalam Daur Usaha. Jika kondisi usaha suram maka lanjut usia yang pertama kali harus diberhentikan dan kemudian digantikan orang yang lebih muda apabila kondisi usaha sudah membaik.

C.       Faktor Hubungan Sosial
Faktor hubungan sosial meliputi hubungan sosial antara orang lanjut usia dengan keluarga, teman sebaya/ usia lebih muda, dan masyarakat. Dalam hubungan ini dikaji berbagai bentuk kegiatan yang diikuti lanjut usia dalam kehidupan sehari-hari.
1.      Sosialisasi Pada Masa Lanjut Usia
Sosialisasi lanjut usia mengalami kemunduran setelah terjadinya pemutusan hubungan kerja atau tibanya saat pensiun. Teman-teman sekerja yang biasanya menjadi curahan segala masalah sudah tidak dapat dijumpai setiap hari. Lebih-lebih lagi ketika teman sebaya/sekampung sudah lebih dahulumeninggalkannya. Sosialisasi yang dapat dilakukan adalah dengan keluarga dan masyarakat yang relatif berusia muda.
Pada umumnya hubungan sosial yang dilakukan para lanjut usia adalah karena mereka mengacu pada teori pertukaran sosial. Dalam teori pertukaran sosial sumber kebahagiaan manusia umumnya berasal dari hubungan sosial. Hubungan ini mendatangkan kepuasan yang timbul dari perilaku orang lain. Pekerjaan yang dilakukan seorang diripun dapat menimbulkan kebahagiaan seperti halnya membaca buku, membuat karya seni, dan sebagainya, karena pengalaman-pengalaman tadi dapat dikomunikasikan dengan orang lain.
Menurut Sri (1999) ada dua syarat yang harus dipenuhi bagi perilaku yang menjurus pada pertukaran sosial: (1) Perilaku tersebut berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan orang lain (2) Perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan. Tujuan yang hendak dicapai dapat berupa imbalan intrinsik, yaitu imbalan dari hubungan itu sendiri, atau dapat berupa imbalan ekstrinsik, yang berfungsi sebagai alat bagi suatu imbalan lain dan tidak merupakan imbalan bagi hubungan itu sendiri. Jadi pada umumnya kebahagiaan dan penderitaan manusia ditentukan oleh perilaku orang lain. Sama halnya pada tindakan manusia yang mendatangkan kesenangan disatu pihak dan ketidak senangan di pihak lain.
Lebih lanjut dikatakan oleh Soerjono ( 1997) bahwa interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu : (1) Adanya kontak sosial. Dengan perkembangan teknologi sekarang ini kontak sosial dapat dilakukan melalui, surat, telepon radio dan sebagainya. (2) Adanya komunikasi. Berkomunikasi adalah suatu proses yang setiap hari dilakukan . Akan tetapi komunikasi bukanlah suatu hal yang mudah. Sebagai contoh salah paham merupakan hasil dari komunikasi yang tidak efektif dan sering terjadi.
Berkomunikasi dengan orang lanjut usia merupakan hal lebih sulit lagi. Hal ini disebabkan lanjut usia memiliki ciri yang khusus dalam perkembangan usianya. Ada dua sumber utama yang menyebabkan kesulitan berkomunikasi dengan lanjut usia, yaitu penyebab fisik dan penyebab psikis. Penyebab fisik, pendengaran lanjut usia menjadi berkurang sehingga orang lanjut usia sering tidak mendengarkan apa yang dibicarakan. Secara psikis, orang lanjut usia merasa mulai kehilangan kekuasaan sehingga ia menjadi seorang yang lebih sensitif, mudah tersinggung sehingga sering menimbulkan kesalah pahaman. Simulasi yang bersifat simultif/merangsang lanjut usia untuk berpikir, dan kemampuan berpikir lanjut usia akan tetap aktif dan terarah.

2.3    Tingkat Pencapaian Perkembangan Pada Usia Lanjut
Pada usia 60 – 74 tahun lingkup perkembangannya meliputi:
1.      Nilai-nilai agama dan moral
·         Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
·         Aktifitasnya dalam beribadah lebih banyak dibandingkan sebelumnya.
·         Ketertarikakan terhadap agama sering dipusatkan pada masalah kematian.
·         Saling menghormati dan menyayangi orang lain.
·         Memiliki rasa kasih sayang yang kuat.
·         Sering mengucapkan lafaz keagamaan.
·         Sering melihat-melihat buku berhubungan dengan agama.
·         Sangat menyakini agama yang dianut.
·         Mulai lebih teratur dalam ibadah.
·         Toleransi terhadap agama.
·         Memiliki tenggang rasa yang kuat.

2.      Motorik Halus dan Motorik Kasar.
Motorik Halus:
·         Kemampuan dalam menulis sudah mulai lemah.
·         Sesuatu yang dibawa dan dipegang akan mudah tumpah dan terjatuh
·         Melempar suatu benda sudah tidak tepat sasaran lagi.
·         Kesulitan dalam mengambil suatu benda.





Motorik Kasar:
·         Sulit untuk naik tangga.
·         Tidak dapat berdiri terlalu lama.
·         Tidak bisa berjalan jauh.
·         Tidak bisa mengangkat benda berat.

3.      Kognitif
·         Ingatannya mulai melemah.
·         Sulit mempelajari hal-hal baru.
·         Mereka lebih lambat dalam belajar dibanding orang yang lebih muda.
·         Hasil akhir cenderung kurang memuaskan.
·         Keterampilan yang lebih dulu dipelajari justru lebih cepat sulit dicurahkan dan keterampilan yang baru dipelajari lebih cepat dilupakan.
·         Memerlukan waktu yang lama untuk belajar atau menerima pembelajaran.
·         Terdapat penurunan kecepatan dalam mencapai kesimpulan baik dalam ajaran induktif maupun deduktif.
·         Kapasitas berfikir kreatif mulai berkurang.
·         Kemampuan intelektual sudah menghilang.
·         Kesadaran mentalnya sudah mulai menurun.

4.      Bahasa
·         Menurunnya pembendaharaan kata karena mereka secara konstan menggunakan sebagian besar kata yang pernah dipelajari pada masa kanak-kanak dan remajanya sedang untuk belajar kata-kata pada usia lanjut lebih jarang dilakukan.
·         Berkomunikasi dengan kata-kata yang kurang jelas.
·         Mencontohkan masa mudanya kembali kepada anak-anaknya.


5.      Sosial emosional
·         Menjalin persahabatan yang akrab denagn para anggota yang memiliki jenis kelamin yang sama.
·         Lebih suka menghiskan waktu dirumah.
·         Partisipasi kegiatan cenderung menurun dan melemah.
·         Dalam konteks sosial atau perkumpulan format sudah tidak merasa diperlukan lagi.
·         Mudah emosi.
·         Mudah tersinggung.
·         Mudah stress.
·         Menggap merasa tidak berguna.
·         Rasa saling tolong menolongnya masih ada.

6.      Seni
·         Minat untuk melakukan rekreasi sangat tinggi.
·         Suka mendengarkan Radio.
·         Lebih banyak menonton TV.
·         Lebih banyak berkunjung ketempat teman.
·         Suka Menyulam atau menjahit.
·         Senang berkebun.

Pada usia 75 – 90 tahun lingkup perkembangannya meliputi:
1.      Nilai-nilai agama dan moral
·         Sering melakukan sholat berulang-ulang dalam waktu yang hamper bersamaan.
·         Sering memberikan nasehat kepada anak cucunya.
·         Sering menyebutkan lafal-lafal keagamaan.
·         Memiliki rasa kasih sayang yang kuat.
·         Saling menghormati dan menyayangi orang lain.
·         Mempunyai daya kasih sayang yang besar.

2.      Motorik Halus dan Motorik Kasar
Motorik Halus:
·         Genggaman tangan sudah tidak bisa.
·         Tidak bisa memasukkan benang kejarum, hal ini disebabkan karena penglihatan yang sudah rabun.
·         Tidak bisa melempar benda.
·         Kesulitan dalam mengambil benda-benda kecil.

Motorik Kasar:
·         Kaki bergetar ketika berjalan.
·         Tidak bisa membawa benda-benda yg berat.
·         Berjalan menggunakan tongkat.
·         Tidak dapat berdiri terlalu lama.
·         Sulit untuk menaikki tempat tinggi.
·         Berjlan sangat pelan.

3.      Kognitif
·         Lemah dalam menginggat sesuatu.
·         Rasa humornya berkurang.
·         Kapasitas berfikir kreatif mulai berkurang.
·         Kemampuan intelektual sudah menghilang.
·         Kesadaran mentalnya sudah mulai menurun.

4.      Bahasa
·         Sering menceritakan masa lalunya.
·         Vokal dalam mengucapkan kata-kata sudah tidak jelas.
·         Kalimat yang diucapkan sudah tidak sesuai dengan yang dikehendaki.
·         Selalu mengurangi apa yang mereka lakukan


5.      Sosial emosional
·         Tidak percaya diri.
·         Mudah tersinggung.
·         Agresif.
·         Susah diatur.
·         Kurang bersosialisasi.
·         Lebih suka berada didalam rumah.
·         Kurang memperhatikan anak-anaknya.
·         Kurang beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
·         Sering menimbulkan kesalah pahaman.

6.      Seni
·         Sudah tidak tertarik dengan humor.
·         Tidak ada minat untuk bertamasya.
·         Tidak terlalu memikirkan model pakaian.

Pada usia 90 ke atas/sampai akhir (manusia) lingkup perkembangannya meliputi:
1.      Nilai-nilai agama dan moral
·         Tidak adanya atau kurangnya untuk berkewajiban beribadah.
·         Cenderung mengingat kematian.
·         Lebih banyak berzikir.
·         Sudah lupa dengan kewajiban beribadah.

2.      Motorik Halus dan Motorik Kasar
Motorik Halus:
·         Gerakan tangan dan jari sudah berkurang yang disebabkan karena anggota tubuh sudah melemah




Motorik Kasar:
·         Rata-rata sudah tidak bisa berjalan.
·         Tidak bisa melibatkan seluruh anggota tubuh dalam melakukan aktifitas.

3.      Kognitif
·         3 % dari populasi mengalami kepikunan.

4.      Bahasa
·         Dalam berbicara dengan orang lain sudah tidak nyambung lagi.
·         Vokal dalam mengucapkan kata-kata sudah tidak jelas.
·         Kalimat yang diucapkan sudah tidak sesuai dengan yang dikehendaki.
·         Selalu mengulangi kata-kata.
·         Kesulitan menerima informasi perkataannya.

5.      Sosial emosional
·         Sudah tidak bisa mengendalikan perasaan.
·         .kembali bersifatseperti anak-anak.
·         Tidak bisa membedakan sesuatu.
·         Mudah marah.

6.      Seni
·         Sudah tidak tertarik dengan humor.
·         Tidak ada minat untuk bertamasya.
·         Tidak terlalu memikirkan model pakaian






BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan


Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.
Akibat perubahan Fisik yang semakin menua maka perubahan ini akan sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya dengan lingkunganya. Dengan semakin lanjut usia seseorang secara berangsur-angsur ia mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial para lansia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitasnya sehingga hal ini secara perlahan mengakibatkan terjadinya kehilangan dalam berbagai hal yaitu: kehilangan peran di tengah masyarakat, hambatan kontak fisik dan berkurangnya komitmen.

3.2 Saran
Lansia juga identik dengan menurunnya daya tahan tubuh dan mengalami berbagai macam penyakit. Lansia akan memerlukan obat yang jumlah atau macamnya tergantung dari penyakit yang diderita. Semakin banyak penyakit pada lansia, semakin banyak jenis obat yang diperlukan. Banyaknya jenis obat akan menimbulkan masalah antara lain kemungkinan memerlukan ketaatan atau menimbulkan kebingungan dalam menggunakan atau cara minum obat. Disamping itu dapat meningkatkan resiko efek samping obat atau interaksi obat.
Kami menyarankan agar pemberian nutrisi yang baik dan cukup baik bagi lansia. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa lansia memerlukan nutrisi yang kuat untuk mendukung dan mempertahankan kesehatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi antara lain: berkurangnya kemampuan mencerna makanan, berkurangnya cita rasa, dan faktor penyerapan makanan.
Dengan adanya penurunan kesehatan dan keterbatasan fisik maka diperlukan perawatan sehari-hari yang cukup. Perawatan tersebut dimaksudkan agar lansia mampu mandiri atau mendapat bantuan yang minimal. Perawatan yang diberikan berupa kebersihan perorangan seperti kebersihan gigi dan mulut, kebersihan kulit dan badan serta rambut. Selain itu pemberian informasi pelayanan kesehatan yang memadai juga sangat diperlukan bagi lansia agar dapat mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai.

 






DAFTAR PUSTAKA

Harlock. B., Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

http://singgih pandiwicaksono. Blogspot.com/

Enung Fatimah. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: Pustaka Setia.

http://www.Psikologi Manusia Lanjut Usia. Vol: 82 Job: Senin April 2011.

http://respositori. ui. ac. id/contents/koleksi.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar